Saturday, August 18, 2012

Mengapa Muhammadiyah dan Pemerintah Berbeda? (Metode Hisab)

        




           Pemerintah dan Muhammadiyah sebenarnya konsisten dengan metode hisabnya, pemerintah menggunkan imkanurukyat dan Muhammadiyah menggunkan Wujudul Hilal. Sebenarnya pemerinah tidak menggunakan rukyat murni, akan tetapi hisab yang mensyaratkan ketinggian hilal 2". Hal ini terbukti dengan adanya kasus saksi yang mengaku melihat hilal dan ditolak walaupun sudah disumpah. Inilah dilema hisab pemerintah, satu sisi pasti menolak kesaksian sebelum sampai 2" dan akan kesulitan apabila sudah 2" tetapi tidak ada yang melihat. 
            Muhammadiyah dengan metode hisab Wujudul Hilal seperti yang digunakan Arab Saudi tidak mensyaratkan ketinggian dua derajat. Hal ini berarti berapapun derajatnya, ketika hilal sudah wujud, itulah pertanda bulan baru telah dimulai. Hilal itu ada, akan tetapi tidak terlihat. Bukankah sesuatu yang tidak terlihat itu bukan berarti tidak ada? Begitu juga dengan hilal awal bulan ketika derajat belum tinggi.

Bagaimana sejarah adanya syarat dua derajat dalam imkanurukyat yang dipakai pemerintah saat ini?

            Ketika awal tahun 1950an, saat akan mengukur derajat ketinggian hilal awal bulan, saat itu pula ada kesaksian seseorang yang teah disumpah bahwa telah melihat hilal. Akhirnya awal bulan dalam penanggalan Hijriyah diputuskan dengan kesaksian tersebut. Beberapa tahun sesudahnya (mohon koreksi tahun), kesaksian seorang tersebut dihitung berapa sebenarnya ketinggian hilalnya menggunakan ilmu falak dan akhirnya bertemu angka "dua derajat". 
             Akhirnya dengan persetujuan Mabim (Majelis Brunei Indonesia Malaysia) saat itu diputuskan penggunaan hisab imkanurukyat. Jadi angka dua derajat yang dipakai saat ini adalah berasal dari rukyat yang telah dihisab atau dihitung dengan rumus alak atau astronomi.
            Pertanyaan yang  muncul, apakah benar orang yang mengaku melihat hilal tersebut adalah benar-benar hlal atau benda langit lainnya? Sampai saat ini tidak ada alat yang memverifikasi kesaksian seseorang apakah benar-benar melihat hilal.

            Menurut tim Rukyatul Hilal Indonesia, di Indonesia selama ini hilal yang pernah terekam dengan teropong adalah tidak kurang dari 5" dan dengan mata telanjang di Indonesia terekam pada posisi tidak kurang dari 9" (sumber, Rukyatul Hilal Indonesia).

           Metode Hisab Imkanurukyat 2" yang dipakai pemerintah saat ini merupakan salah satu dari beberapa hisab serupa di dunia. Menurut Prof. Syamsul Anwar, banyaknya jenis hisab imkanurukyat adalah sejumlah banyaknya ahli yang mengusulkan dan hisab imkanurukyat dengan angka 2" hanya ada di negara Mabim (Majelis Brunei Indonesia Malaysia). Di negara lain belahan dunia ini rata-rata angkanya berada di  atas itu (4-6"). Namun untuk negara Malaysia, Brunei dan Singapore tidak selalu konsisten dengan 2" tersebut, terutama saat Idul Adha, karena  biasanya mereka mengikuti Arab. 
Dngan faktor kelembaban udara, letak geografis, dll. Melihat hilal apalagi dengan ketinggian 2" adalah hampir mustahil.



No comments:

Post a Comment